This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Kamis, 13 September 2012
Mengenal Cepetan
Kamis, 30 Agustus 2012
Cepet "tong-breng"; Seni Tradisi Asli Kebumen
Seni tradisional Cepet Alas yang pada awalnya disebut pula "tong-breng" atau di tempat lain, seperti Peniron dan Watulawang, ada yang menyebutnya sebagai "Dangsak"; adalah seni tradisi asli dari Kebumen yang diestimasi tumbuh sejak -setidaknya- 2 abad lalu.
Tradisi berkesenian ini muncul di kawasan hulu pegunungan utara, terutama di eks basis-basis perkebunan Onderneming pada masa kolonial Hindia Belanda. Hingga kini sebaran komunitas seni tradisi ini ditengara masih tumbuh di 9 desa pada 3 wilayah kecamatan; Karanggayam, Pejagoan dan sebagian kecil Alian.. (ap)
Rabu, 22 Agustus 2012
Catatan Pentas Seni Topeng "Cepetan"
Selasa, 21 Agustus 2012
Transisi dari "tong-breng" ke Cepet
Pemetaan unit-unit tradisi yang ada dan ditengarai telah hidup melintasi zaman dengan segala pasang-surutnya, menemukan seni topeng tradisional yang 'menyejarah' dalam konteks lokal; yakni Cepet Alas.
Setelah melewati 4-6 transisi generasi, entitas kesenian ini masih ditemukan di beberapa desa kawasan hulu utara Kebumen. Diantaranya, yang tertua di Karangtengah (Karanggayam), Kajoran, Karangjoho-Karanggayam, Sentul-Kalirejo, Silampeng-Gunungsari. Juga terdapat di kawasan hulu wilayah kecamatan Pejagoan, yakni desa Watulawang dan Peniron.
***
Catatan dari Karangjoho dan Kajoran
Yang bisa dituturkan dari komunitas seni Cepetan Alas generasi terakhir di bagian desa Karanggayam bertarikh seputar tahun 1943; yakni pada masa pendudukan fasisme Jepang. Sedangkan pada era sebelumnya tak ditemukan narasumber yang bisa menuturkannya.
Korelasi terkuat dari keberadaan seni tradisional ini ditengarai kemunculannya pada kebiasaan mengiring hasil panen atas bumi pegunungan yang subur. Hasil panen berupa padi, padi gaga, palawija, rempah sayuran dan juga tembakau. Dalam perkembangan pasca kemerdekaan di fase berikutnya, seni cepetan ini sering muncul pada ritual peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Bagaimana kehidupan komunitas seni tradisi di era sebelum pendudukan Jepang, sedikit yang mengetahuinya. Pernyataan pihak resmi (pemdes) pun hanya bisa mengidentivikasi seni tradisi ini pada era fasisme Jepang itu. Di mana pada masa itu bangsa ini mengalami krisis pangan sebagai akibat pendudukan Dai-Nipon.
Namun ada testimoni yang luput didokumentasikan, bahwa pada masa awal seni tradisi Cepet yang dalam idiom lokal disebut "tong-breng" ini tumbuh sejak masa kolonial Hindia Belanda. Bahkan ditengarai sebagai bagian dari perlawanan kultural penduduk pribumi di kawasan budaya agraris yang dieksploitasi dan dijadikan basis-basis perkebunan di bawah tekanan Cultur-stelsel serta kekuasaan onderneming VOC.
Yang tersisa dalam ingatan kolektif masyarakat agraris hulu, bahwa model perlawanan budaya demikian dilancurkan pada masa pasca Perang Jawa (1830). Jejak kelaskaran Pangeran Diponegoro memang bisa ditemukan berdasarkan cerita tutur masyarakat Karanggayam.
Nah, seni asli "tong-breng" atau Cepet Alas ini tumbuh pada kawasan itu dan menjadi tradisi untuk mengganggu kenyamanan penjajah. Semacam menciptakan situasi instabilitas yang mengancam keberadaan onderneming yang mengeksploitasi kawasan agraris tradisional Jawa.